Oleh: Suroto
Anggota AKSES
JAKARTA, govnews-idn.com – Kontribusi koperasi bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara nasional hingga saat ini masih sangat kecil sekali. Secara statistik resmi pemerintah, kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2022 disebut hanya sebesar 5,2%. Inipun kalau dihitung dengan benar, perhitunganya masih diragukan. Angkanya cukup mencengangkan bahkan karena pada saat pemerintah merilis statistik kontribusi koperasi tahun 2020 sebesar 5,1%, namun hitungan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, John Situmorang yang juga sebagai tenaga ahli Kemenkop dan UKM melakukan perhitungan rigid dan hasilnya hanya sebesar 0,00038% dari PDB.
Kontribusinya yang sangat kecil itu disebabkan oleh model pembangunan koperasi kita yang memang salah secara paradigma. Koperasi dibangun dengan dengan model intervensi pemerintah yang berlebihan dalam konsep pembinaan, yang tujuanya justru membinasakan prakarsa masyarakat untuk berkoperasi dengan benar.
Koperasi bukan didesain secara kebijakan agar dikembangkan masyarakat secara natural, tapi selalu direkayasa oleh pemerintah agar tetap kerdil. Secara regulasi dan kebijakan posisi koperasi di Indonesia disubordinasi, didiskriminasi dan bahkan dieliminasi sehingga mereka keluar dari lintas bisnis modern. Ini persis seperti yang dilakukan oleh pemerintah Kolonial Belanda dulu.
Di Undang-Undang BUMN misalnya, semua BUMN diwajibkan jadi badan hukum perseroan kapitalis. Koperasi sebagai badan hukum persona ficta yang diakui negara ini, tidak diberikan kesempatan untuk jadi badan hukum dan model bisnis BUMN. Padahal koperasi semestinya kan lebih cocok dengan sifat bisnis BUMN yang tidak semata mengejar keuntungan dan berikan layanan publik.
Bayangkan jika narasinya dibalik, semua BUMN dan BUMD itu diwajibkan jadi koperasi. Tentu rakyat Indonesia akan seketika menjadi makmur semua karena seluruh keuntungan dan manfaat dari bisnis BUMN dan BUMD akan jadi bagian dari peningkatan kekayaan dan pendapatan masyarakat secara langsung.
Contoh bentuk diskriminasi di UU lainya seperti misalnya di UU rumah sakit yang wajibkan badan hukum rumah sakit privat wajib berbadan hukum perseroan. Di UU Penanaman Modal yang wajibkan semua investasi asing berbadan hukum perseroan dan lain-lain. Koperasi ditutup peluangnya sejak di tingkat regulasi.
UU Omnibus Law yang baru diberlakukan seperti UU Omnibus Law Ciptakerja, Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan, Perpajakan (PPSK) misalnya, semua masih dalam posisi langgengkan sistem kapitalis dan jadi rompi pengaman bagi kepentingan kapitalis yang berkongkalikong dengan birokrat. Koperasi nyata-nyata dibinasakan.
Contoh yang nyata misalnya, di UU Omnibus Law Ciptakerja itu bentuk proyek pembina(sa)an itu justru semakin menguat. Koperasi didesain agar dapat jadi mainan proyek birokrat dan para makelar program pemerintah.
Sementara di UU Omnibus Law PPSK koperasi nyata-nyata didiskriminasi dengan tidak diberikan penguatan. Sementara korporat kapitalis diberikan semua fasilitas penguatan. Sebut saja misalnya soal aturan pemberian jaminan simpanan dan bailout atau talangan bagi bank dan asuransi korporasi kapitalis jika bangkrut. Semua itu tidak diberlakukan untuk koperasi.
Di Indonesia ini koperasi memang tidak diharapkan berkembang. Ini terbukti sebagai ilmu pengetahuan saja tidak diajarkan di sekolah dan kampus. Koperasi diaborsi sebelum masuk ke pikiran anak-anak muda. Jadi akhirnya yang tersisa saat ini sebagian besarnya adalah koperasi yang bergantung pada fasilitas program pemerintah dalam proyek pembinaan dan dikelola para makelar dan oportunis dan juga dikembangkan lebih besar oleh mereka yang siasati kelemahan regulasi dan kebijakan pemerintah.
Mulai Dihabisi
Lihat saja, hasilnya koperasi hari ini kurang lebih 80-an% didominasi oleh usaha simpan pinjam. Inipun di sektor keuangan mikro yang saat ini bahkan secara kebijakan juga sudah mulai dihabisi oleh pemerintah sendiri melalui kebijakan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang berikan anggaran subsidi untuk bank hingga puluhan triliun rupiah setiap tahun. Tahun ini bahkan dialokasikan di nota keuangan 2023 hingga Rp42,8 triliun untuk bank. Ini artinya jelas akan mematikan koperasi simpan pinjam.
Untuk koperasi sektor riil tentu nasibnya pasti lebih buruk. Sebab sudah ditelikung sejak dari tingkat regulasi seperti sudah saya sebutkan di atas. Belum lagi keistimewaan kebijakan yang secara vulgar dilakukan oleh pemerintah dengan serahkan proyek besar untuk para elit konglomerat.
Regulasi dan kebijakan yang tidak benar dan kerdilkan koperasi itu otomatis tentu berpengaruh terhadap animo masyarakat untuk berkoperasi. Masyarakat semakin tidak banyak yang tertarik untuk berkoperasi atau bahkan malahan turut menghujat keberadaan koperasi.
Apalagi ditambah dengan masalah koperasi-koperasi palsu yang digunakan segelintir oportunis untuk menipu masyarakat seperti yang terjadi pada kasus-kasus koperasi akhir-akhir ini. Sebut saja misalnya kasus koperasi Indosurya dan sebelumnya seperti Koperasi Langit Biru, Pandawa dan lain sebagainya.
Pemerintah hari ini itu kepentinganya memang bukan untuk membangun ekonomi rakyat agar menjadi besar dan kuat, tapi berikan prioritas bagi kepentingan segelintir elit kaya kapitalis. Jadi berharap koperasi akan menjadi tiang utama bagi ekonomi rakyat itu mustahil akan terjadi.
Pemerintah hari ini itu seperti pemerintah Kolonial Belanda yang tak menginginkan koperasi itu berkembang. Sebab, kalau koperasi berkembang menjadi kuat dan besar maka mereka tidak lagi punya kesempatan untuk berkongkalikong dengan elit konglomerat kaya.
Harus ada perubahan rezim. Rezim saat ini adalah rezim kapitalis. Tidak bisa hanya dengan gonta ganti Presiden yang sesungguhnya hanya akan jadi boneka kepentingan segelintir elit kapitalis.
Koperasi sesungguhnya adalah model perusahaan yang futuristik. Sebab koperasi adalah satu model perusahaan yang memberikan kesempatan kepada pekerja, konsumen dari perusahaan untuk menjadi pemilik. Bahkan diberikan jaminan agar mereka tetap memiliki hak kendali secara demokratis terhadap perusahaan dengan jamin setiap orang memiliki hak suara yang sama dalam mengambil keputusan di perusahaan. Hal yang bertolak belakang dengan korporasi kapitalis yang didasarkan pada semata pada jumlah kepemilikan sahamnya di perusahaan.
Nah, karena pengetahuan koperasi itu sudah diaborsi sebelum masuk ke pikiran masyarakat kita, maka banyak yang tidak paham sebetulnya apa itu keunggulan komparatif koperasi jika dibandingkan dengan korporat kapitalis. Masyarakat akhirnya tidak banyak yang ingin mengambil manfaat model perusahaan koperasi.
Untuk itu, hal yang pokok untuk mengembangkan koperasi beberapa hal penting yang kita perlu lakukan adalah : membongkar seluruh sumbatan regulasi dan kebijakan yang kerdilkan koperasi, promosikan koperasi yang benar dan telah dikembangkan oleh masyarakat. Kemudian mendorong masyarakat untuk menemu kembali koperasi dengan cara memperbanyak kelompok-kelompok epistemik untuk mempelajari dan mempraktekkan koperasi yang benar dan yang terpenting lagi adalah agar masyarakat menuntut pemerintah untuk jalankan amanat UUD 1945 pasal 33 ayat 5 untuk membentuk UU Sistem Perekonomian Nasional yang sesuai dengan demokrasi ekonomi.
Jakarta, 10 Juli 2023
Suroto
Artikel ini sudah terbit di jurnal-idn.com