Catatan Sepakbola Piala Eropa 2024: Anak-Anak Koloni di Tim Oranye…

July 4, 2024
nigara11

M. Nigara
Wartawan Sepakbola Senior

Govnews-idn.com – BELANDA nyaris saja tidak lolos dari grup D, setelah serba sekali: menang, seri dan kalah. Beuntung UEFA (Union of European Football Associations) masih memberi kesempatan bagi posisi tiga terbaik, maka tim asuhan Ronald Koeman itu bersama Georgia, Slovakia dan Slovenia tetap bisa maju ke babak 16 besar, Piala Eropa 2024.

Di babak Knockout, Belanda menjadi satu-satunya peringkat ketiga yang mampu mencapai Quarter final, setelah ‘menghancurkan’ Rumania 3-0. Di perdelapan final, Belanda akan bertemu Turkiye (Turki), Sabtu (6/6/2024) di Stadion Olympiade Berlin Stadion yang sangat bersejarah bagi bangsa Jerman.

Sepanjang sejarah, Belanda sedikitnya memiliki dua tim nasional yang luar biasa. Pertama timnas 1974 dan 78, tim asuhan Rinus Michels itu mampu menjadi runner up Piala Dunia. Tahun 1974 kalah 1-2 dari tuan rumah Jerman Barat, dan 1978 kalah 1-3 juga dari tuan rumah Argentina.

Belanda memperkenalkan sepakbola total football, strategi yang diciptakan Michels itu memporak-porandakan sistem lama MW atau WM yang sebelumnya menjadi andalan. Lalu bermunculan nama-nama besar dari tim Oranye itu.

Johan Cruyff, Johan Neskens, Wim Yansens, Yan Jongbloed, Wim Rijsbergen, Ruud Krool, Arie Haan, Willy Van de Kerkhof, Rob Rensenbrink, Johnny Rep dan lain-lain. Mereka berhasil mengguncang jagad sepakbola.

Lalu tim 1988, Michels yang kembali dipercaya menjadi arsitek tim Oranye. Dia kembali mampu menggetarkan pentas Piala Eropa. Di final, mereka menghajar Uni Soviet 2-0 lewat gol Ruud Gullit menit 32 dan Marco van Basten menit 54.

Kala itu, Belanda juga melahirkan bintang-bintang yang mampu menembus jagad raya. Selain dua bintang itu, ada Frank Rijkaard, Ronald Koeman, Erwin Koeman, Jan Wouters, Gerald Vanenburg dan kiper Hans van Breukelen.

Koloni

Saat ini, Belanda memang tidak sehebat dua tim di atas. Meski demikian, kita juga tidak bisa menyebut Belanda tim seadanya. Mereka tim yang bukan tidak mungkin bisa menjadi ancaman bagi siapa pun yang ingin merebut Piala Eropa 2024.

Ujiannya memang Sabtu mendatang. Jika mereka bisa mengatasi Turkiye (Turki) maka Inggris atau Denmark bisa disalip oleh tim Oranye ini.

Jika dua tim di atas Michles menciptakan strategi total foodball dengan menerapkan permain speed and power, tim Koeman tidak sepenuhnya demikian. Meski begitu, Belanda tetap berbahaya.

Sekali ini, saya tidak ingin mengupas masalah teknis tim Oranye. Saya hanya ingin mengingatkan kita bahwa batas dunia sudah sangat tipis. Jika 1974/78, Belanda sama sekali tidak diperkuat pemain dari luar, 1988 kekuatan tim Oranye justru mulai melibatkan pemain luar. Di FIFA ada tiga sumber pemain luar yang ‘diizinkan’ untuk direkrut. Pertama, Naturalisasi Murni biasanya berdasarkan imigran. Kedua, Naturalisasi berdasarkan keturunan atau asal-usul, ketiga, Naturalisasi berdasarkan koloni.

Pemain depan Belanda, Donyell Malen.

Nah, tim Oranye kali ini, dari 22 pemain yang dibawa Koeman, 9-15 adalah pemain naturalisasi. Dan, inilah tim Oranye pertama yang paling berwarna.

Virgil van Dijk, penyerang andalan Liverpool ini sudah berusia 32. Dia sudah berada di timnas Belanda sejak 2015. Darah yang mengalir di tubuhnya adalah China dan Suriname.

Nathan Ake, pemain Manchester City berusia 29 tahun. Awalnya ikut Akademi Chelsea, lalu pindah ke Belanda. Darah yang mengalir ditubuhnya dari perpaduan sang ayah Moise Ake, Suriname Afrika dengan ibu Ineke Telder, Belanda.

Tijjani Reijnders, gelandang AC Milan, berusia 25 tahun itu memiliki vam Lekatompessy, jelas marga dari Indonesia Timur, Ambon atau Maluku. Sama seperti beberapa pendahulunya Simon Tahamata dan mantan kapten timnas Belanda, Giovanni van Bronckhorst, Tijjani menjadi andalan tim Oranye.

Xavi Simons, gelandang RB Leipzig. Usinya bari 21 tahun, dia menjadi pendobrak tim negeri Kincir Angin. Ayahnya asli Suriname dan juga pemain bola profesional.

Cody Gakpo, merobek gawang Rumania di 16 besar, pada menit 20. Seperti sang kapten Virgil, Gakpo adalah sayap andalan Liverpool. Usianya baru 25 tahun, ayahnya warga negara Togo dan berdarah Ghana, sedang ibunya asli Belanda. Namun jika melihat postur dan kulit Gakpo, warna ayah terlalu kuat menyerap.

Meski masih banyak lainnya, saya mengakhiri tulisan ini pada bintang Belanda yang memporak-porandakan Rumania dengan mencetak dua gol di menit 83 dan 90+3, untuk membawa negara yang dibelanya ke quarter final melawan Turki.

Usia pemain sayap Dortmund ini baru 25 tahun, ketajamannya saat menghajar Rumania, begitu luar biasa. Ayah dan ibunya asli Suriname, negeri yang pernah dijajah oleh Kerajaan Belanda. Dan tanah yang juga menampung lebih dari 12% rakyat Indonesia yang dibawa dan dipekerjakan di perkebunan oleh penjajah.

Dari sini, saya ingin, kita penggila sepakbola nasional mau melihat perkembangan sepakbola di dunia secara terbuka. Artinya jika negara yang jauh di atas kita, pernah menjadi juara dunia dan Eropa saja mau menerapkan naturalisasi, lalu, kita….

 

M.Nigara

RELATED POSTS