JAKARTA, govnews-idn.com – Pernyataan Menteri Koperasi Dan UKM, Teten Masduki soal maraknya praktek shadow banking dari koperasi simpan pinjam di Indonesia itu fakta lapanganya dan memang benar terjadi. Mereka itu dalam prakteknya dapat berupa rentenir baju koperasi, atau koperasi abal abal, yang mau badan hukum koperasinya tapi emoh nilai-nilai dan prinsipnya atau jatidirinya.
Semestinya koperasi-koperasi semacam itu sudah dapat ditertibkan dari dulu. Tidak hanya main gertak sambal. Langsung lakukan tindakan. Koperasi-koperasi tersebut selama inilah yang merusak citra koperasi dan membuat koperasi yang baik, yang berjatidiri tenggelam.
Koperasi yang baik itu ibarat pohon jati dia dikerumuni dan ditenggelamkan oleh semak belukar yang seharusnya dibersihkan agar pohon jatinya tumbuh subur. Tugas menteri koperasi yang penting itu justru ini.
Selama ini selalu argumentasi menteri koperasi itu karena kelemahan regulasi. Padahal sebetulnya secara prinsip Undang-Undang itu sudah merekognisi prinsip-prinsip dan nilai koperasi, jadi tinggal dituangkan dalam bentuk peraturan menteri dan diketik semalam juga sudah cukup.
Sebut saja sanksi bagi koperasi yang tidak jalankan nilai-nilai dan prinsip koperasi atau Jatidiri Koperasi itu diminta 6 bulan bertransformasi jadi bank, kalau membandel dicabut izinya dan atau dibubarkan langsung.
Masalahnya selama ini menteri atau pejabat-pejabatnya yang tidak tegas dan hanya buat pernyataan-pernyataan yang menguap jadi macan kertas. Ketika menghadapi koperasi-koperasi semacam itu hanya menakut-nakuti saja tapi mereka kalah lobby. Sehingga Kementerian koperasi dan UKM itu sudah kehilangan wibawanya.
Bahkan jika dihitung secara total kapasitas binisnya, dalam perkiraan kami koperasi simpan pinjam yang berpraktek shadow banking itu lebih banyak ketimbang koperasi yang serius laksanakan prinsip dan nilai koperasi atau jatidiri koperasi.
Dalam Undang-Undang (UU)No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, sebagai UU yang masih existing sejak dibatalkanya UU No. 17 Tahun 2012 oleh Mahkamah Konstitusi itu sudah jelas merekognisi nilai-nilai dan prinsip koperasi, atau Jatidiri Koperasi. Jadi secara fundamental sudah dapat dibuat peraturan turunananya semacam Peraturan Menteri untuk mempertegasnya.
Koperasi-koperasi bermasalah yang marak selama ini memang salah satu faktornya karena dibiarkanya praktek koperasi abal-abal. Namun juga didukung karena pengetahuan masyarakat tentang koperasi yang benar itu juga sangat minim.
Banyaknya masyarakat yang jadi korban koperasi abal-abal saat ini juga menunjukkan kegagalan Kementerian Koperasi dan UKM dalam hal menjaga kepentingan publik, atau jadi avant garda jatidiri koperasi. Juga gagal dalam hal advokasi dan lakukan tugas penyebaran pengetahuan tentang jatidiri koperasi dan hukum koperasi. Padahal inilah tugas pokok yang diperintahkan oleh UU.
Tidak Efektif
Saya melihat Satuan Tugas Penanganan Koperasi Bermasalah yang dibentuk itu juga kerjanya tidak efektif dan justru menambah masalah bagi koperasi. Isinya kebanyakan kurator yang tidak mengerti jatidiri koperasi sehingga pendekatan penyelesaian masalahnya ngawur. Bukanya menjamin agar kepentingan masyarakat banyak terjaga tapi malah membuat situasi tambah keruh.
Contohnya adalah saran atau rekomendasinya yang mengarah ke penyelasaian ke mekanisme pengadilan ketimbang menjamin atau memaksa koperasi untuk selesaikan mekanisme internal koperasinya dan bentuk care taker untuk selesaikan masalah. Tim Satgas Koperasi Bermasalah yang dibentuk harus dievaluasi. Jangan sampai malah ada yang main mata dengan pihak pengurus koperasi bermasalah.
Jatidiri Koperasi itu sangat penting. Bahkan dalam mekanisme pembentukan Undang-Undang Perkoperasian misalnya, itu justru menjadi sentral. Isi undang-undang perkoperasian yang baik itu malah sebetulnya cukup memuat tiga pasal penting yang dasarnya adalah jatidiri koperasi.
Pertama adalah merekognisi praktek baik dari nilai-nilai dan prinsip koperasi, lalu memberikan distingsi pada koperasi dengan jenis badan usaha atau organisasi lainya. Ketiga adalah memberikan proteksi terhadap nilai-nilai dan prinsip koperasi. Salah satunya adalah melarang penggunaan nama koperasi oleh siapapun yang menjalankan praktek bisnis tapi tidak jalankan prinsip prinsip koperasi.
Dalam Rancangan Undang-Undang yang ada saya melihat draft-nya tidak didasarkan pada landasan teori penyusunan Undang-Undang koperasi yang baik. Bahkan saya menilai justru koperasi banyak diarahkan ke sistem ofisialisasi atau diintervensi sampai ke hal-hal teknis namun justru yang prinsip tidak mendapatkan tekanan.
Dalam RUU yang ada itu isinya banyak sekali bahasa rompi pengaman proyek pemerintah dan cenderung mengada-ada. Banyak sekali peran-peran pembinaan yang sebetulnya justru berpotensi merusak jatidiri koperasi. Kalau masih seperti itu isinya pasti kita akan uji materi lagi ke Mahkamah Konstitusi.
Koperasi di luar negeri yang kami lihat, seperti misalnya di Canada, Jerman, Amerika dan lain-lain menjadi kuat karena terapkan dan hargai nilai-nilai dan prinsip koperasinya itu sebagai kekuatan. Seperti misalnya nilai dan prinsip demokrasi dan otonomi, kemandirian dan juga partisipasi anggota. Semua fungsi baik gerakan koperasi dan pemerintah itu perananya jelas kesana.
Koperasi simpan pinjam di Jerman itu bahkan menjadi kuat dan mendominasi industri keuangan karena dihormati betul nilai demokrasi dan otonominya. Demikian juga kampiun koperasi simpan pinjam di Canada dan Prancis yang bahkan koperasi sektor keuanganya jadi bank terbaik atau Bank of The Year di negaranya. Semua menjadi kuat karena hargai jatidiri koperasi baik dalam praktek manajemen organisasi maupun dalam praktek hukumnya.
Jakarta, 26 Januari 2023
Suroto
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES)
Suroto