JAKARTA, govnews-idn.com – Kita berada di era yang algoritma, bukan logaritma yang memiliki dampak besar sekali dan penerapannya sudah dipakai oleh banyak orang. Hal ini disampaikan oleh Prof. Rhenald Kasali, Ph.D. dalam Seminar bertajuk “Becoming An Impactful and Influential Leader In Digital Era” yang diselenggarakan oleh Mahasiswa Paramadina Graduate School of Communications (PGSC) Universitas Paramadina, Jakarta, Sabtu (8/6/2024).
“Saat ini banyak hal yang terjadi karena dilandaskan oleh algoritma. Polisi bergerak mencari pembunuh dari film Vina, dan film Vina itu dibentuk dan disebarluaskan oleh dunia digital, dibicarakan secara terus menerus sehingga algoritmanya terbentuk. Begitu juga, presiden terpilih bisa dibentuk dengan algoritma,” ujar Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia ini.
Rhenald pada paparannya menyatakan bahwa kekuatan Tiktok juga luar biasa “Di Indonesia sudah ada pembicaraan bahwa algoritma yang paling sulit diterka adalah Tiktok, tidak mengherankan sekarang pemerintah AS, kongres ingin menghentikan Tiktok, mereka khawatir algoritma atau konten yang ada di Tiktok ini masuk pikiran warga AS dan kemudian mempengaruhi pikirannya.”
Turut hadir sebagai Narasumber mantan Wali Kota Bogor Dr. Bima Arya, S.I.P. yang menyatakan pentingnya melibatkan generasi muda. “Usia saya ketika melakukan kampanye di kota Bogor belum sampai 40, tapi ketika dilantik usia 40 jadi bisa dibilang pas banget Tapi saya menjadi wali kota termuda pertama di kota bogor, berhadapan dengan birokrat senior yang usianya diatas 50-an.”
“Jadi apa yang saya lakukan, saya bangun inner circle anak-anak muda, yang tadinya relawan, volunter pada saat kampanye saya ajak untuk bergabung. Poinnya saya mengajak anak-anak muda ini untuk bergabung.”
“Lurah Challenge”
Bima juga mengungkapkan upayanya melibatkan anak muda. “Jadi saya angkat anak muda itu untuk jadi lurah, dulu itu saya punya Lurah Challenge ini untuk mendorong birokrasi jalan kalau tidak didorong birokrasi bisa tidur. Kita benar-benar harus turun ke bawah, karena birokrasi kita dan sistem pemerintahan itu belum matang. Jadi perlu selalu diawasi dan didorong.”
“Kemudian yang saya bangun juga adalah literasi digital mereka, membangun data melalui dunia digital, kita juga pengen tau apa isu-isu platform yang menarik dan paling banyak digunakan oleh warga Bogor. Saya juga menyadari bahwa saat ini kita komunikasinya tidak bisa lagi menggunakan model lama atau konvensional lagi, jadi saya seringkali menggunakan platform Instagram untuk live dan berdiskusi langsung dengan orang dan anak muda di Instagram,” paparnya.
Narasumber lainnya Elviera Putri, M.Sc., MBA mengungkapkan tantangan kepemimpinan perempuan. “Terkadang kepemimpinan perempuan itu berasa awkward karena cenderung dikelilingi oleh kepemimpinan laki-laki. Tapi menjadi women leaders juga pasti ada potensial dan opportunities, karena seorang perempuan memiliki emphaty, sedang kalau laki-laki cenderung kurang. Ada banyak style leadership, yaitu commanding, affiliative leadership, visionary leadership, democratic leadership, pacesetting leadership, coaching leadership. Dari 6 gaya kepemimpinan tersebut juga bukan satu untuk kita tapi bisa situasional, bisa disesuaikan dengan situasi tertentu,” pungkasnya.
UP – Endot Brilliantono
“Jadi apa yang saya lakukan, saya bangun inner circle anak-anak muda, yang tadinya relawan, volunter,” ujar mantan Wali Kota Bogor Dr. Bima Arya. Foto: UP.
Artikel ini sudah terbit di jurnal-ina.com