M. Nigara
Wartawan Sepakbola Senior
Govnews, idn.com – LEBIH BERAT, begitu banyak pihak menyebut peluang tim nasional (timnas) Garuda Muda melawan Guinea, Kamis (9/5/24) di Paris, dalam babak play off menuju Olimpiade, Paris, Juli 2024. Tiga tiket Olimpiade cabang sepakbola untuk Asia sudah diraih Jepang, Uzbekhistan dan Irak sebagai juara Asia, runner up dan peringkat ketiga.
Indonesia sendiri dua kali gagal meraih tiket langsung, di semifinal Piala Asia U23, kalah 0-2 dari Uzbekhistan dan kalah dari Irak di laga perebutan peringkat tiga. Sebagai peringkat ke-4, Indonesia harus bertarung memperebutkan setengah tiket jatah Asia dan setengah tiket jatah Afrika, lawan dari Afrika Barat, Guinea.
Tahun 1975, kita juga pernah bertarung melawan Korea Utara untuk memperebutkan satu tiket menuju Olimpiade Montreal. Tim asuhan pelatih asal Belanda, Wiel Coerver itu, nyaris meraih tiket dalam drama adu penalti. Sayang tendangan Anjas Asmara terlalu lemah hingga dapat tangkap kiper Korut. Sebetulnya saat itu, kita sudah unggul angka dan penendang.
Timnas kita pernah tampil di Olimpiade Melbourne, Australis, 1956. Ramang, Maulwi Saelan, Thio Him Tjiang, Ramlan Yatim Chairuddin Siregar, Tan Liong Houw (saksi hidup yang masih ada) dan lain-lain. Saat itu belum ada kualifikasi, 10 negara yang hadir atas undangan tuan rumah. Sebetulnya 11 negara, tetapi Vietnam Selatan yang di laga awal harus berhadapan dengan kita, tidak datang. Di babak kedua, kita bertemu Uni Soviet yang menang 2-1 atas Jerman.
Ramamg cs di laga awal (26/11/1956), bisa menahan Soviet 0-0. Namun dalam laga play off (1/12/1956), kita kalah 0-4. Dan Uni Soviet akhirnya juara setelah mengalahkan Yugoslavia, 1-0. Wakil Asean lainnya (saat itu tentu belum ada), Thailand, dihajar Inggris 9-0.
Belum Pernah
Kedua timnas belum pernah bertemu dalam event apa pun. Untuk itu, secara teori, sebenarnya tidak bisa dikatakan berat atau ringan. Hal itu berlaku pada Indonesia maupun Guinea.
Secara selintas, meski negeri di West Africa itu bukan negeri seperti: Maroko, Senegal, Nigeria, Mesir, Pantai Gading, Tunisia, Aljazair, Mali, Kamerun, Afrika Selatan dan Ghana, tetapi Guinea pasti bukan tim yang lemah.
Kekuatan negeri bekas jajahan Prancis itu perlu mendapat perhatian lebih dalam. Paling tidak, STY sebagai pelatih yang pernah beberapa kali bertemu dengan timnas-timnas asal Afrika dapat meracik strategi yang jitu.
Saat ini Guinea peringkat ke-15 di-Afrika dan 76 di FIFA.
Beberapa di antara skuad U23-nya bermain di Liga Eropa, ada yang liga 1 dan ada juga yang di liga 2. Artinya, para pemainnya memiliki pengalaman dan kualitas yang tak perlu diragukan.
Meski demikian, saya tetap yakin pasukan STY akan mampu mengatasinya. Lebih dari delapan pemain kita juga sudah dan sedang merumput di Eropa dan Korsel. Artinya, kelas mereka pun tidak terpaut jauh, itu jika memang ada perbedaan.
Saya juga yakin, waktu satu minggu cukup untuk mengembalikan kebugaran mereka.
Kita sama melihat, saat bertarung dengan Uzbekhistan dan Irak, kebugaran pemain tidak terlihat prima. Berbeda saat mereka mengalahkan Yordania dan Korsel. Seperti kita tahu sehebat apa pun seorang pemain, jika fisik kendur, kemampuan akan berkurang lebih dari 40%.
Artinya, PR bagi STY masih sangat banyak. Meski harus saya akui inilah tim dengan masa depan sangat baik. Terpenting, STY dapat mengingatkan para pemain agar tidak terlalu egois. Saat melawan Australia, Yordania dan Korsel, semua mampu bahu-membahu hingga terlihat sangat apik.
Tapi, ketika melawan Uzbekhistan dan Irak, mudah-mudah hanya karena fisik mereka yang turun banyak, terlihat tidak bugar. Banyak kesalahan yang dilakukan yang awalnya dari kurang primanya fisik mereka.
Selain itu, saya juga melihat, ada beberapa pemain terkesan kuat sangat egois. Akibatnya, banyak peluang yang tidak dapat diselesaikan dengan baik. Berbeda jauh dengan penampilan mereka dalam empat laga sebelumnya.
Nah, di laga terakhir ini, tidak ada lagi tawar-menawar. Kerjasama tim yang apik serta kebugaran fisik wajib jadi andalan. Tanpa itu, Guinea akan semakin berat.
Selain itu, kita juga berdoa untuk kesuksesan. Dan, semua, harapan saya, hendaknya kita mau ‘ikut menjaganya’. Itu, jika kita menginginkan Garuda Muda bisa berprestasi lebih baik lagi.
Sekali lagi, meski Guinea lebih berat, pasti selalu ada jalan untuk mengatasinya. Jangan lupa, Korsel yang paling jauh peringkatnya dengan kita 34-134, bisa kita taklukkan.
M.Nigara
Artikel ini sudah terbit di jurnal-ina.com