JAKARTA, govnews-idn.com – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso atau biasa disapa STS, melaporkan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) yang dilakukan oleh salah satu wakil menteri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Atas laporannya, STS justru dilaporkan balik dengan dugaan tindak pidana pencemaran nama baik di Bareskrim Polri.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Jakarta Selatan Persaudaraan Profesi Advokat Nusantara (Peradi Pergerakan), Fatiatulo Lazira, S.H., menilai bahwa tindakan melaporkan pelapor yang mengetahui adanya dugaan tindak pidana, termasuk tipikor berpotensi menciptakan ketakutan-ketakutan masyarakat untuk mengungkap kejahatan yang dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa itu (extra ordinary crime).
“Pelaporan terhadap Ketua IPW berpotensi menjadi preseden buruk, tidak hanya dalam pengungkapan kasus-kasus dugaan tindak pidana korupsi, melainkan juga dugaan tindak pidana pada umumnya. Masyarakat akan takut dilaporkan balik, bilamana melaporkan adanya dugaan tindak pidana,” kata Fati Lazira.
Fati pun menerangkan, bahwa tindakan melaporkan dugaan tipikor adalah hak dan merupakan bagian dari bentuk peran serta masyarakat yang diatur dalam ketentuan hukum yang berlaku. Pasal 41 UU No. 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2021 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), mengatur bahwa masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Termasuk hak untuk memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi dengan berpegang teguh pada asas-asas hukum yang berlaku.
Dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP No. 43/2018 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dijelaskan bahwa peran serta masyarakat adalah keikutsertaan secara aktif masyarakat guna membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan, baik orang perseorangan maupun kelompok orang antara lain lembaga swadaya masyarakat dan organisasi masyarakat.
“Oleh karena itu, kami meminta agar Bareskrim Polri menghentikan proses tindak lanjut atas laporan terhadap Sugeng Teguh Santoso,” desaknya.
KPK Wajib Beri Perlindungan Hukum Terhadap Pelapor
Hal senada diungkapkan Advokat Doris Manggalang Raja Sagala, S.H. Dia menuturkan bahwa KPK memiliki kewajiban hukum untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pelapor dalam setiap dugaan tindak pidana, termasuk tipikor.
“Perlindungan hukum dimaksudkan untuk memberikan rasa aman terhadap pelapor. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 28G ayat (1) UUD Tahun 1945 yang berbunyi: bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya. Serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi,” terangnya.
Doris juga menerangkan bahwa Pasal 15 UU No. 19/2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 30/2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), mengatur bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi berkewajiban memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dia pun mendorong KPK agar melaksanakan kewajiban hukum untuk memberikan perlindungan terhadap Sugeng Teguh Santoso selaku pelapor dalam dugaan tindak pidana korupsi. Termasuk berkoordinasi dengan Bareskrim untuk menghentikan proses tindak lanjut atas laporan terhadap Ketua IPW itu, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (4) PP 43/2018.
Erwin Tambunan
Sugeng Teguh Santoso yang dilaporkan balik dengan dugaan tindak pidana pencemaran nama baik. Foto: NM.
Artikel ini sudah terbit di jurnal-idn.com