Membangun Demokrasi Alternatif

January 15, 2023

JAKARTA, govnews-idn.com – Hari ini kita mengklaim sebagai salah satu negara demokrasi di dunia. Kita mengakui adanya hak setiap orang sama dalam hukum, maupun politik. Namun sulit sekali kita lihat dalam praktek keseharian kita.

Rakyat ikut pemilihan umum (pemilu) setiap lima tahun sekali. Memilih wakil-wakilnya di parlemen dan juga presiden, gubernur, bupati/wali kota. Tapi tidak lama kemudian, pesta pora demokrasi itu dengan mudahnya dikhianati oleh elit elit politik yang berkongkalikong dengan elit kaya.

Ketika kampanye mereka ingin membela dan merealisasikan kepentingan rakyat, ekonomi rakyat, keadilan hukum untuk rakyat, tapi prakteknya mereka bekerja untuk kepentingan kekuasaanya sendiri, ekonomi para elit ‘berpunya’, dan hukum yang ada tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Demokrasi yang kita anut dengan padanan kata kedaulatan rakyat (people sovereignity) tidak tampak dalam praktek. Daulat rakyat ditelan habis oleh daulat tuan dan puan elit politik. Daulat rakyat berubah menjadi daulat orang kaya alias daulat oligarki dan plutogarki.

Hari ini, dalam praktek anggota parlemen kita ternyata isinya didominasi elit kaya dan hanya sibuk agar dapat kursi kembali dengan pencitraan kesana kemari. Presiden terpilih sibuk bentuk dinasti kekuasaan dari keluarganya. Gubernur dan bupati serta wali kota demikian sama halnya.

Dalam prakteknya, partai partai politik yang dibentuk juga menjadi semacam korporasi kapitalis milik keluarga. Pendiri, pemimpinnya abaikan mekanisme kerja demokrasi di organisasi partainya dan menguasainya seperti pemegang saham perusahaan.

Demokrasi dan agenda reformasi telah dikorupsi dari sejak awal. Para elit politik itu gunakan demokrasi hanya sebagai jargon politik semata. Mereka sesunguhnya telah menaruh kepentingan rakyat banyak di belakang kepentingan pribadinya, ditaruh di belakang, di buritan.

Partai politik isinya adalah keluarga, semenda. Ketua partai dan pengurus-pengurus intinya di tingkat pusat terdiri dari ayah, ibu, anak, keponakan dan sebagainya. Demikian sampai ke daerah-daerah dan cabang-cabang. Praktek demokrasi kroni bahkan dimulai dari penguasaan di organisasi-organisasi sayapnya.

Kesetaraan, persamaan didengungkan, namun klaim suara itu segera dijual kepada penawarnya yang tertinggi. Kekuasaan rakyat, daulat rakyat begitu mudah dikhianati dan para elit politik itu mengatur sistem kongkalilong begitu mudahnya dengan para elit kaya, bahkan kepada kepentingan para kapitalis global yang ingin menangguk untung investasi semata di tanah air kita.

Setiap orang memang memiliki hak yang sama untuk dipilih maupun memilih. Namun sistem rekruitmen kader partai dari sejak awal diputuskan untuk merekrut mereka yang punya modal finansial besar, mereka yang hanya semata memiliki popularitas dan abaikan rekam jejak perjuangan serta komitmen ideoligis kadernya dalam masalah kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial.

Demokrasi, daulat rakyat, berubah menjadi perilaku banal dan kepentingan orang banyak (bonum commune) menguap begitu saja. Partai bukan lagi kepanjangan dari aspirasi dan perjuangan ideologi anggotanya. Tapi menjadi sekumpulan organ untuk mencapai tujuan kekuasaan elit semata.

Sebut saja misalnya yang baru-baru ini terjadi mengenai soal UU Omnibus Law Cipta Kerja, UU Omnibus Law Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang rugikan rakyat banyak. Partai-partai itu secara aklamasi turut menyokongnya.

UU Cipta Kerja yang kemudian di-Perppu-kan oleh Presiden itu jelas nyata jauh dari visi kerakyatan tapi tak terdengar adanya suara penolakan dari parlemen. UU hanya jadi rompi pengaman bagi kepentingan elit kaya. Bahkan ketika dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) di-PERPU-kan Presiden dan tanpa komentar sedikitpun dari parlemen.

Parlemen yang berasal dari bahasa Prancis “parle” bicara itu menjadi nyanyian koor lagu setuju. Sokongan nyanyian “koor” mereka loloskan UU yang dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi ini jelas jauh dari agenda kerakyatan. Justru rakyat kecil banyak yang dirugikan.

UU Omnibus Law Cipta Kerja

Sementara RUU Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT) yang penting untuk rakyat yang lemah ditolak. Padahal UU PRT ini keberadaanya sangat penting untuk berikan perlindungan bagi para pekerja rumah tangga yang posisinya sangat lemah. Selain untuk mengakhiri sistem feodalisme yang selama ini tempatkan posisi PRT sebagai pekerja kelas dua dan jadi korban tindakan tidak manusiawi dari para majikan pemberi kerja.

Demokrasi Koperasi Sebagai Alternatif

Rakyat banyak tentu tak dapat lagi berharap pada elit politik yang demikian. Mengharapkan akan terjadi perubahan dari tangan mereka tentu hanya akan hasilkan ilusi dan penuh janji palsu. Bagai punguk merindukan bulan.

Rakyat perlu lakukan konsolidasi kuat di akar rumput dengan cara-cara demokrasi koperasi. Demokrasi asli yang dapat dikontrol sendiri dengan mudah dan dijamin keberlanjutanya.

Rakyat diberbagai profesi, status sosial, latar belakang suku, agama, ras atau perbedaan apapun perlu bersatu dan perkuat diri dalam tubuh koperasi untuk memperkuat diri dan pada akhirnya kelak rebut kendali politik negara.

Koperasi yang dibentuk berjenjang-jenjang dari tingkat primer hingga sekunder. Membentuk kekuatan modal sendiri dan dikelola serta diawasi sendiri secara demokratis.

Organisasi koperasi itu harus dimulai dengan pendidikan kewargaan, pedidikan demokrasi sejati, pendidikan ideologi dan pendidikan politik. Tata kelola demokrasinya diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi penyelewangan yang dilakukan oleh pengurus dan manajernya. Setiap anggotanya harus paham hak dan kewajibanya. Secara rutin memilih pengurus dan pengawas organisasinya dengan dasar pengetahuan, pengabdian dan komitmen ideologinya dari anggotanya sendiri.

Masyarakat di kantor kantor, di lingkungan tempat tinggal, di komunitas komunitas apapun itu baiknya kembangkan organisasi koperasi demokratis ini. Mulai dari pemenuhan kebutuhan sederhana
seperti bentuk bank milik sendiri, usaha usaha kebutuhan sehari hari dan kebutuhan sosial ekonomi lainya.

Kenapa koperasi ini penting? Sebab organisasi ini dari sejak awal berdiri di Rochdale Inggris tahun 1844 silam itu sesunguhnya didekarasikan oleh para buruh dan kaum intelektuil bukan untuk semata penuhi kebutuhan sehari-hari dengan memenuhi layanan kebutuhan sembako bagi anggotanya, tapi dideklarasikan sebagai pioner masyarakat setara (the Equitable Society of Pionners of Rochdale). Mereka mendeklarasikan diri sebagai organisasi demokratis dengan jaminan hak suara dalam mengambil keputusan satu orang satu suara.

Gerakan koperasi diseluruh penjuru dunia telah buktikan konsep dan sistem ini dapat bekerja efektif. Anggota koperasi dengan berbagai latar belakang sosial ini telah juga kuasai sektor-sektor ekonomi penting.

Anggotanya diseluruh dunia telah mencapai 1,2 miliar orang dan berada dalam naungan 2.9 juta organisasi koperasi primer (ICA Report, 2021). Dibanyak negara mereka telah berhasil kuasai sektor ritel, keuangan, asuransi, pertanian, perikanan, industri dan bahkan layanan publik seperti listrik, rumah sakit, pendidikan dan lain lain. Mereka bukan membutikannya dengan teori tapi praktek.

Sebagai contoh gerakan koperasi yang efektif di tanah air sendiri, penulis pada hari ini diundang untuk menghadiri kegiatan Pra- Rapat Anggota Tahunan salah satu jaringan gerakan organisasi koperasi genuine. Namanya Gerakan Koperasi Keling Kumang yang berafiliasi dalam Gerakan Koperasi Kredit Indonesia (GKKI)yang anggota keseluruhan sebanyak 4,2 juta orang.

Anggota Keling Kumang saat ini sebanyak 208.503 orang. Tabungan dan investasi anggotanya sebesar Rp1,9 triliun. Usaha mereka awalnya hanya dirintis oleh 26 orang guru dan petani di pedalaman Tapang Sambas, Sekadau, Kalimantan Barat. Awalnya hanya dalam bentuk layanan simpan pinjam untuk anggotanya. Tujuanya agar mereka dapat lepas dari jerat rentenir dan mafia korporasi perkebunan sawit dan tambang yang habisi tanah mereka.

Aktivitas mereka saat ini telah meluas dan berhasil bangun koperasi konsumsi yang sediakan kebutuhan sehari hari dan distribusinya, kembangkan koperasi pertanian pangan, koperasi jasa dari perhotelan dan pengembang, agrowisata dan bahkan telah berhasil dirikan sekolah menengah kejuruan (SMK) dan perguruan tinggi/Institut teknologi.

Satu hal yang menjadi kunci keberhasilan dari koperasi Keling Kumang yang dikembangkan sejak 1992 itu adalah pendidikan pada calon anggotanya. Koperasi ini dikembangkan dan diawasi melalui pendidikan koperasi dan termasuk di dalamnya mengenai pendidikan demokrasi koperasi yang jamin setiap orang memiliki hak suara sama dalam mengambil keputusan organisasinya.

Saya mengandai, jika masyarakat kita mau mengembangkan demokrasi koperasi ini di mana-mana tentu tak hanya akan menyelesaikan masalah sosial ekonomi warga, tapi jadi memiliki bargaining yang kuat untuk membangun kekuatan politik dan mengenyahkan kepentingan elit politik dan elit kaya yang berkongkalikong kuasai negara kita saat ini.

Jakarta, 14 Januari 2023

Suroto
Ketua AKSES (Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis) dan CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR)

Suroto

Artikel ini sudah terbit di jurnal-ina.com

RELATED POSTS