Oleh: Suroto
JAKARTA, govnews-idn.com – Presiden Joko Widodo alias Jokowi mendapatkan kritik dari Rocky Gerung, aktivis sosial yang kritikanya tajam dan selalu menyegarkan ruang publik. Kritikanya langsung mengheboh karena menyebut Presiden dalam kapasitas sebagai pejabat publik dengan sebutan sebagai “Bajingan yang tolol” dan sebagainya di satu forum konsolidasi organisasi buruh untuk perjuangkan nasib mereka.
Dari segi substansi, kritikan Rocky kepada Presiden Jokowi menyangkut soal serius kebangsaan, yaitu soal langkah-langkah manuver politik Jokowi yang melakukan upaya intervensi dan kasak-kusuk politik di masa akhir jabatanya. Termasuk upaya untuk selamatkan kepentingan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang dianggap tidak elok karena menggangu berjalannya proses peralihan suksesi kepemimpinan nasional.
Dalam ruang demokrasi, kritikan adalah hal lumrah. Hanya kepemimpinan diktaktor lah yang mudah tersinggung, sehingga reaksi Jokowi yang tidak langsung terprovokasi dan ajukan Rocky Gerung ke Pengadilan adalah bentuk kemajuan demokrasi.
Kritikan Rocky Gerung adalah kritikan jujur dan tanpa basa basi. Rocky Gerung sudah tunjukkan kelugasan bicaranya karena tindakan Presiden yang sudah dianggapnya keterlaluan. Alamat kritik Rocky juga bukan soal pribadinya, tapi perbuatan pejabat publik, perbuatan Presiden yang fungsinya adalah di bawah kuasa atau kedaulatan rakyat dan rakyat itu termasuk Rocky Gerung.
Secara substantif, presiden yang di masa akhir jabatanya berupaya keras untuk selamatkan dirinya dan keluarganya dengan lakukan kasak-kusuk politik sebagaimana dikritik Rocky memang tindakan yang nir-moral secara politik. Jokowi saat ini masih berposisi sebagai Presiden, menjadi penanggungjawab terlaksananya perhelatan Pemilu yang sehat di tahun depan.
Semestinya Presiden Jokowi secara etika politik di masa periodenya yang sudah hampir selesai justru harus berusaha agar demokrasi berjalan sehat. Termasuk dalam konteks pengembangan proyek nasional selanjutnya, seharusnya secara legowo diserahkan kepada keputusan kepemimpinan mendatang. Tidak perlu ikut campur tangan.
Manuver Politik
Dalam konteks hidup bernegara dan berprinsip pada Pancasila yang mengandung dasar moril, semestinya Presiden Jokowi tidak melalukan manuver politik yang justru mengganggu kehidupan berdemokrasi.
Kritik Rocky jelas, dalam konteks hidup ber-Pancasila sebagai dasar filsafat bernegara Republik Indonesia itu harusnya pemimpin menaruh tujuan utama pada upaya wujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian, kemerdekaan dalam masyarakat berdaulat dan negara hukum yang merdeka. Bukan untuk kepentingan yang lain.
Tugas Presiden aktif, secara Konstitusional tidak lagi dapat melanjutkan periodesasi kepemimpinannya adalah ibarat sherpa, pengantar lahirnya pemimpin-pemimpin baru yang berkualitas.
Seharusnya jika ingin tinggalkan legasi yang baik, Presiden Jokowi justru semestinya ikut mendukung upaya untuk mengoreksi sistem pembatasan elektrolal pemilihan Presiden baru, yang seharusnya senafas dengan demokrasi. Tidak boleh dilimitasi oleh kepentingan partai politik dengan menghapuskan alectrolal treshold menjadi 0 ( nol) persen untuk pemilihan presiden baru.
Upaya untuk menghukum Rocky dengan melaporkanya sebagai tindakan kriminal jelas bukan langkah bijak. Selain itu, pemenjaraan fisik Rocky Gerung itu tak hanya akan merusak hakekat dari perikemanusiaan, tapi juga kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial. Rocky adalah rakyat dan pendapatnya yang lugas tanpa basa-basi justru semestinya kita hargai. Dia tahu, bahwa rakyatlah yang berdaulat atau berkuasa atas republik ini dan bukan di daulat Presiden.
Jakarta, 4 Agustus 2023
Suroto