SURABAYA, govnews-idn.com – Untuk menyempurnakan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian sebagai pengganti UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang sudah tidak relevan lagi, pelaku koperasi menyampaikan masukan dan aspirasi.
Sekretaris Koperasi Badan Usaha Koperasi (Bukop) Majapahit (Malang, Jatim) H Sutjipto, misalnya, menegaskan bila ingin koperasi maju sesuai pilar-pilar ekonomi kerakyatan, hendaknya ranah persaingan dengan lembaga keuangan bermodal besar (bank) harus dibedakan.
“Bayangkan, koperasi modalnya dari anggota, tidak mungkin bisa bersaing dengan lembaga keuangan besar,” kata Sutjipto di sela-sela acara Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Draf RUU Perkoperasian di Surabaya, Jawa Timur, beberapa hari lalu.
Dengan kondisi seperti itu, kualitas pelayanan koperasi pun cenderung kalah bersaing. Bahkan, pasar koperasi juga banyak dimasuki dan digerogoti usaha modal besar. “Pemodal besar bisa menyalurkan kredit dengan bunga rendah. Itu yang kita rasakan,” ujar Sutjipto yang menggeluti dunia koperasi 42 tahun.
Sutjipto juga mengkritisi penjenisan sektor usaha dalam badan hukum yang dilakukan koperasi. Seperti koperasi jasa, konsumen, produksi, serta simpan-pinjam. “Ini mengganggu pengembangan koperasi. Padahal, kita bisa memenuhi segala kebutuhan anggota. Jadi, unit usaha kita jangan dibatasi,” pinta Sutjipto.
Dia mencontohkan koperasinya yang berdiri sejak 1954 dan bergerak di unit serba usaha dengan anggota 34 Pusat Koperasi Pengawai Negeri Republik Indonesia (PKPRI) di seluruh Jatim, memiliki unit usaha simpan-pinjam, kavling tanah dan kost-kostan putri serta unit usaha lainnya.
“Kebutuhan anggota itu banyak. Tak hanya kredit, tapi juga lainnya seperti sandang, pangan, hingga papan. Unit usaha koperasi jangan dikavling-kavling. Kita harus sama-sama bisa hidup di Indonesia,” tegas Sutjipto.
Sekretaris Puskud Jatim H Abdul Muhaimin mengemukakan masih banyak koperasi, terutama yang kecil-kecil perlu mendapat perlindungan dan pembinaan dalam payung UU. “Kita disuruh bertarung di pentas kapitalis, ya tidak mungkin,” ucap Muhaimin.
Ajang Rebutan
Masalah aset KUD juga mendapat sorotan Muhaimin. Di mana selama ini aset KUD di banyak wilayah menjadi ajang rebutan banyak pihak. “Sudah banyak yang masuk ranah pengadilan. Tapi, sampai sekarang, belum ada penyelesaian,” ungkap Muhaimin.
M Rifan dari Kopontren Sidogiri, mengatakan usaha ritel yang dimiliki koperasinya mengalami beberapa kendala pengembangannya, terutama dalam hal perizinan usaha. “Kami tidak bisa mendirikan usaha ritel di tempat-tempat strategis, seperti rest area jalan tol,” tutur Rifan.
Perkembangan Usaha
Sementara itu, Ketua KSPPS BMT Nusa Umat Sumenep Jatim H Masyudi Kahzillas berharap UU yang baru mampu mengakomodir perkembangan usaha tanpa kehilangan jati diri koperasi. Sehingga, ke depan, usaha koperasi bisa bersaing.
Masyudi juga berharap, jenis usaha koperasi tidak dikavling-kavling seperti sekarang ini. “Biarkan anggota koperasi yang memutuskan usaha apa yang akan dijalankan koperasi,” urai Masyudi yang memiliki anggota sebanyak 325.000 orang di 97 cabang di Jatim.
Dengan demikian, akan jauh lebih fleksibel bagi koperasi untuk menjalankan usaha sesuai potensi yang dimilikinya.
Dia sepakat bahwa pengawasan koperasi harus diperkuat. “Tapi, yang harus dipahami adalah pengaturan likuiditas, jasa pinjaman dan lain-lain, itu menjadi wewenang penuh anggota,” imbau Masyudi.
Selain itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Koperasi juga harus segera dibentuk. “Karena, simpanan anggota harus kita jaga bersama. Kita tahu, kekuatan koperasi itu ada di anggota.”
MULIA GINTING – ERWIN TAMBUNAN

Suasana Forum Group Discussion RUU Perkoperasian sebagai pengganti UU Nomor 25 Tahun 1992 di Surabaya belum lama ini. Foto: KemenKopUKM