JAKARTA, govnews-idn.com – Pemeriksaan terhadap 25 anggota Polri terkait kasus penembakan yang menewaskan Briptu Yosua merupakan bersih-bersih Pimpinan Polri terhadap “tangan-tangan kotor” yang mencoreng institusi Polri.
Hal ini, sesuai dengan keinginan Presiden Jokowi yang memerintahkan agar kasus polisi tembak polisi yang menghilangkan nyawa Briptu Yosua itu diproses hukum, jangan ditutup-tutupi dan terbuka. Sehingga, pemeriksaan personil Polri dengan pencopotan satu Irjen, dua Brigjen, lima Kombes, dua Kompol, Tujuh Perwira Pertama serta lima Bintara dan Tamtama yang dilakukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tersebut, bertujuan menjaga marwah lembaga Polri yang sedang terpuruk oleh hujatan masyarakat.
Tidak tanggung-tanggung, Kapolri Jenderal Sigit menegaskan kalau personil itu tidak profesional dalam penanganan TKP di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga Jakarta dan akan diperiksa secara etik. Bila ada pelanggaran pidana maka diproses secara pidana.
Dengan kenyataan ini, Indonesia Police Watch (IPW) meminta Tim Khusus Internal bentukan Kapolri yang terdiri anggota Polri senior dan peraih Adhi Makayasa untuk menerapkan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap anggota polri tersebut. Sebab, mereka telah melakukan pelanggaran berat Kode Etik Profesi Polri (KEPP) berupa ketidakprofesionalan melaksanakan tugas.
Hal ini sesuai dengan tekad Kapolri Listyo Sigit telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: SE/9/V/2021 tentang Pedoman Standar Pelaksanaan Penegakan Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri tertanggal 18 Mei 2021. Kapolri selalu mengingatkan kepada bawahannya yang memimpin wilayah untuk tegas dan menegakkan hukum kepada anggota yang melanggar peraturan disiplin. Anggota Polri pada PP 2 Tahun 2003 dan peraturan etika Polri yang tertuang dalam Perkap 14 Tahun 2011.
Bahkan pada rapat kerja dengan Komisi III DPR pada 24 Januari 2022, Kapolri Jenderal Listyo Sigit menegaskan tidak segan-segan untuk memecat langsung anggotanya yang melakukan pelanggaran. “Untuk melakukan perbaikan kami berkomitmen untuk terus berbenah. Kami tegaskan sekali lagi bahwa Polri, kami tidak ragu memecat 30, 50, atau 500 anggota Polri yang merusak institusi,” ungkapnya ketika itu.
Komitmen ini harus terus dipegang Kapolri Listyo Sigit, saat menghadapi adanya ketidakprofesionalan yang dilakukan anggota Polri dalam penanganan kasus polisi tembak polisi yang menewaskan Briptu Yosua di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Dalam pasal 1 angka 5 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri disebutkan Kode Etik Profesi Polri yang selanjutnya disingkat KEPP adalah norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis yang berkaitan dengan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut, atau tidak patut dilakukan oleh Anggota Polri ketika melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab jabatan.
Diperiksa Secara Etik
Pada kasus polisi tembak polisi di rumah Irjen Ferdy Sambo telah menyeret banyak anggota yang terpaksa harus diperiksa secara etik karena melakukan obstruction of justice. Sehingga, terjadi ketidakprofesionalan dan tidak prosedural yang dilakukan terperiksa.
Padahal pasal 7 ayat 1 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri menyatakan bahwa setiap Anggota Polri wajib: a. setia kepada Polri sebagai bidang pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara dengan mempedomani dan menjunjung tinggi Tribrata dan Catur Prasetya, b. menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi dan kehormatan Polri, c. menjalankan tugas secara profesional, proporsional dan prosedural.
Bahkan dalam ayat 3 dikatakan, setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Bawahan wajib: c. menolak perintah Atasan yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama dan norma kesusilaan.
Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh ke-25 anggota Polri saat melakukan penanganan atas kematian Briptu Yosua sangat bertentangan dengan pasal 13 dan 14 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Isi pasal 13 ayat 1 berbunyi setiap Anggota Polri dilarang: b. mengambil keputusan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena pengaruh keluarga, sesama anggota Polri, atau pihak ketiga, e. menyalahgunakan kewenangan dalam melaksanakan tugas kedinasan.
Sementara pada pasal 14 ditegaskan bahwa setiap anggota Polri melaksanakan tugas penegakan hukum sebagai penyelidik, penyidik pembantu dan penyidik dilarang: c. merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggung jawabnya dalam rangka penegakan hukum, d. merekayasa isi keterangan dalam berita acara pemeriksaan, f. melakukan penyidikan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena adanya campur tangan pihak lain.
Salam
Sugeng Teguh Santoso
Ketua Indonesia Police Watch
HP: 082221344458
Sugeng Teguh Santoso
Artikel ini sudah terbit di jurnal-ina.com